Lintasjambi.co.id.Batang Hari.- Satuan polisi pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Batang Hari amankan sepasang yang bukan Muhrimnya yang diduga telah melakukan perbuatan tidak senonoh alias sumbangan mata disebuah rumah sekira pukul 15:00 pada hari Rabu. (30/07/2025)
Dari hasil penyelidikan, diketahui sang oknum lelaki dari pasangan tersebut merupakan salah seorang oknum Anggota DPRD dari partai Gerindra Kabupaten Batang hari berinisial yang berinisal “MH” dengan wanita yang berinisial “RM”
Kepala Sat Pol PP Batang Hari Adnan mengatakan kepada berapa awak media ”Berdasarkan dari aduan warga perumahan Mitranda 2 tepatnya di RT 24 Kelurahan Teratai, Kecamatan Muara Bulian, disalah satu rumah tersebut adanya tindakan yang diduga telah melanggar norma adat dan agama yang dilakukan oleh sepasang yang bukan muhrim didalam sebuah rumah.
“Setelah mendapatkan laporan itu, saya pun berkoordinasi dengan kepala bidang dan penyidik. Bahwa ketika ada warga yang melapor maka harus ditindak lanjuti. Satpol PP harus menjalankan pelayanan dasar terhadap ketertiban dan ketentraman masyarakat,”kata Adnan.
Lanjutnya ”Akhirnya kedua pasangan yang bukan Muhrim tersebut digiring menuju kantor Satpol PP Batang hari untuk dilakukan penyelidikan dan musyawarah bersama yang melibatkan toko Masyarakat lingkungan Rt 24 Kelurahan Teratai. Namun untuk kedua oknum tersebut belum di BAP dan diperiksa. Dan akhirnya musyawarah sudah disepakati bersama, prosesnya sudah selesai.
“Berdasarkan dari hasil penyelidikan pasangan tersebut yang lelaki berinisial ”MH” yang juga merupakan Anggota aktif di DPRD Batang Hari sekaligus sebagai ketua Partai Gerinda. Sedangkan yang perempuan berinisial “RM” yang merupakan seorang janda.
Untuk diketahui: Perselingkuhan yang dilakukan oleh anggota DPRD dapat dianggap sebagai pelanggaran kode etik, terutama jika tindakan tersebut mencemarkan nama baik lembaga dan melanggar nilai-nilai moral yang seharusnya dijaga dan dijunjung tinggi. Pelanggaran kode etik ini bisa berujung pada sanksi yang beragam, mulai dari teguran hingga pemberhentian dari jabatan, tergantung pada tingkat pelanggaran dan aturan yang berlaku di DPRD masing-masing daerah.
Kode etik DPRD bertujuan menjaga martabat, kehormatan, dan citra lembaga tersebut. Perselingkuhan, yang merupakan tindakan asusila, jelas dapat mencoreng citra baik DPRD dan melanggar norma-norma kesusilaan.
Sanksi yang dapat dikenakan bervariasi, antara lain. Teguran lisan atau tertulis. Sanksi ringan yang diberikan sebagai peringatan. Pemberhentian dari pimpinan alat kelengkapan DPRD, Jika perselingkuhan dilakukan oleh anggota yang menjabat sebagai pimpinan.
Pemberhentian sementara sebagai anggota, Untuk memberikan waktu anggota tersebut memperbaiki diri.
Pemberhentian tetap sebagai anggota, Sanksi terberat yang bisa dijatuhkan, terutama jika perselingkuhan dilakukan secara berulang atau berdampak luas.
Biasanya, pelanggaran kode etik akan ditangani oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD, yang merupakan alat kelengkapan DPRD. BK akan melakukan penyelidikan, memanggil pihak terkait, dan memberikan rekomendasi sanksi kepada pimpinan DPRD.
Selain kode etik DPRD, partai politik tempat anggota DPRD tersebut bernaung juga memiliki aturan internal yang mungkin mengatur sanksi terkait tindakan asusila.
Perselingkuhan dapat merusak reputasi anggota DPRD dan lembaga yang diwakilinya, serta menimbulkan kerugian bagi keluarga dan masyarakat.
Sebagai pedoman DKPP RI pernah memecat anggota KPU Kabupaten Lembata karena perselingkuhan, menunjukkan bahwa pelanggaran kode etik terkait asusila dapat berujung pada pemberhentian dari jabatan.
Perselingkuhan oleh anggota DPRD merupakan pelanggaran serius yang dapat berujung pada sanksi berat, mulai dari teguran hingga pemberhentian dari jabatan, tergantung pada aturan yang berlaku dan tingkat keparahan kasus(DA)